Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan Indonesia akan segera mendatangkan sekitar 1 juta tablet Molnipiravir buatan Amerika Serikat, Merck & Co., yang diyakini sebagai obat COVID-19. Obat Molnupiravir ini diberikan kepada pasien COVID-19 yang masih bergejala ringan hingga sedang, dengan saturasi sekitar 95 persen.
"Molnupiravir ini diberikan ke orang yang saturasinya masih di atas 95 persen. Jadi kalau dia positif tapi saturasinya enggak harus ke RS, masih di atas 94 atau 95 dikasih obat ini, hasil uji klinis di luar negeri 50 persen bisa sembuh, tidak masuk ke RS," jelas Budi.
Guru Besar Farmasi UGM Prof. Dr. apt. Zullies Ikawati dalam Live Corona Update kumparan bertajuk 'Seluk Beluk Obat Corona Molnupiravir' mengatakan, Molnupiravir adalah obat antivirus yang pertama kali dikembangkan oleh salah satu universitas di Amerika Serikat yang semula ditujukan untuk mencari obat antivirus untuk penyakit lainnya.
"Namun dengan adanya COVID-19, kemudian obat ini dicoba kepada virus Sars-Cov-2. Ternyata hasilnya bagus, cukup menjanjikan terhadap virus tersebut. Lalu diteruskan uji klinik kepada manusia setelah uji preklinik bagus. Hasilnya untuk pasien derajat berat tidak terlalu bagus, tetapi pasien derajat ringan sedang cukup bagus, bisa mengobati hingga 50 persen," katanya.
Namun, bagaimana efek sampingnya? Apakah keputusan pemerintah membeli di Desember terburu-buru? dr Zullies menjelaskannya lebih rinci di Live Corona Update yang tayangannya bisa langsung dilihat di sini.